selamat datang di website resmi fakultas hukum universitas darussalam ambon kelas c masohi

selamat datang di website resmi fakultas hukum universitas darussalam ambon kampus c masohi

Jumat, 16 September 2011

AKSES TERHADAP KEADILAN BAGI PEREMPUAN INDONESIA

Jakarta – Dalam publikasi yang diliris Kamis (6/7/2011) lalu oleh United Nations Entity for Gender Equality and The Empowerment of Women (UNWOMEN) yang bertajuk Progress of The World’s Women 2011-2012: In Pursuit of Justice, dilaporkan bahwa Pengadilan Agama diIndonesia memberikan akses bagi perempuan untuk mendapatkan keadilan. Sejauh ini Mahkamah Agung memang senantiasa bekerja dengan berbagai elemen masyarakat sipil untuk terus meningkatkan akses warga negara terhadap keadilan. 
Publikasi tersebut menyatakan bahwa pendaftaran perkawinan dan perceraian penting untuk menjamin hak-hak perempuan dalam keluarga. Selain itu juga penting dalam kaitannya dengan akses pelayanan publik. Sebagai contoh, dokumen perkawinan (Buku Nikah) dibutuhkan untuk memperoleh akta kelahiran anak-anak, yang dibutuhkan untuk mendaftar sekolah dan untuk mendapatkan hak waris. Selain itu, juga dibutuhkan dokumen perkawinan semacam itu untuk mengakses bantuan secara ekonomi dari pemerintah yang ditujukan kepada rumah tangga miskin.

UNWOMEN menyitir survei anggota mereka yaitu LSM Pemberdayaan Perempuan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), yang menemukan data bahwa pernikahan yang sah diakui secara hukum ternyata kurang dari 50 persen. Data lainnya menunjukkan bahwa 86 persen kejadian perceraian tidak diselesaikan dengan prosedur hukum yang berlaku. Bahkan sekitar 56 persen anak-anak yang lahir tidak memiliki akta kelahiran.
Sepertiga dari anggota PEKKA yang hidup di bawah garis kemiskinan menyatakan kesulitan mendapatkan akses dan layanan seperti perawatan kesehatan gratis dan program bantuan langsung tunai. Pengadilan Agama menangani sekitar 98 persen dari seluruh perkara perceraian di Indonesia. Namun demikian, terdapat kendala yang menjadi penghalang bagi perempuan untuk melakukan proses perceraian secara hukum, yaitu biaya. Rata-rata total biaya untuk memperoleh perceraian melalui Pengadilan Agama adalah sekitar Rp 800.000,- atau hampir empat kali pendapatan bulanan orang yang hidup di garis kemiskinan. Hampir 90 persen perempuan yang disurvei mengatakan bahwa mereka akan cenderung memanfaatkan pelayanan pengadilan untuk dalam hal perceraian jika biaya perkara dapat dibebaskan. Harapan lain adalah diadakannya pengadilan keliling (bergerak) di daerah-daerah terpencil, sehingga mudah dijangkau bagi mereka yang sulit pergi ke pengadilan terdekat.
PEKKA bekerja sama dengan Bank Dunia dalam Program Keadilan Bagi Masyarakat Miskin dalam melakukan promosi dan kampanye agar sadar hukum serta memberikan dukungan praktek agar memungkinkan bagi perempuan untuk mengakses pengadilan agama. Peran para pemangku kepentingan seperti hakim, polisi, pemerintah daerah dan LSM untuk meningkatkan koordinasi dan
meningkatkan layanan keadilan penyedia juga diperlukan. Dalam hal ini PEKKA terus berupaya menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk perubahan.
Mahkamah Agung telah meningkatkan jumlah pengadilan keliling di daerah pedesaan dan terpencil dan telah memberlakukan kebijakan bebas biaya perkara bagi masyarakat miskin. Selama dua tahun terakhir, anggaran untuk Pengadilan Agama telah meningkat hingga 18 kali untuk melakukan program-program pembaruan. Bahkan antara tahun 2007 dan 2010, jumlah orang miskin yang mengakses Pengadilan Agama telah meningkat hingga 14 kali lipat.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar