Sebanyak 560
orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 128 orang anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) mengikuti pengambilan sumpah janji jabatan yang
dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa di Gedung DPR/MPR, Jakarta
Pusat, Kamis (1/10/2009).
JAKARTA, KOMPAS.com - Saat memperingati Hari
Konstitusi hari ini, Kamis (18/8/2011), Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menekankan pentingnya kembali mengembangkan budaya musyarawah
untuk mufakat yang dinilai makin meluntur belakangan ini. Padahal, pola
ini yang dikembangkan oleh para pendiri dan pendahulu ketika merintis
Republik Indonesia.
Presiden mengungkapkan bahwa nilai budaya
musyawarah dan mufakat langsung berasal dari Pancasila sebagai dasar
negara. Pengambilan keputusan dengan konsensus dinilainya sebagai cara
yang lebih tepat karena lebih memungkinkan mencapai win-win solution
dalam berbagai persoalan.
Memang, lanjutnya, bisa jadi waktu yang
ditempuh akan lebih lama. Namun, ruang yang tersedia untuk
mendengarkan pandangan pihak lain akan menjadi proses yang baik untuk
menemukan pilihan terbaik.
Presiden juga berharap agar seluruh proses pengambilan keputusan tidak biasa menggunakan metode pemungutan suara atau voting.
"Voting
atau pemungutan suara memang tidak ditabukan dalam kehidupan demokrasi.
Ada kalanya ada masalah-masalah yang bisa dilakukan dengab pemungutan
suara. Tapi ingat, saya punya pendapat yang sama dengan yang
mengingatkan janganlah setiap isu harus diputuskan dengan cara voting,"
katanya ketika memberikan pidato sambutan dalam peringatan Hari
Konstitusi bersama MPR, DPR dan DPD RI di Gedung Nusantara IV kompleks
parlemen.
Presiden mengatakan bahwa tidak semua isu atau pilihan
dapat tepat diambil melalui pemungutan suara, apalagi jika menyangkut
kebenaran dan logika. Presiden mencontohkan dalam perumusan kandungan
konstitusi UUD yang menjadi sumber hukum yang penting dalam kehidupan
bernegara. Menurut Presiden, manakala diperlukan perubahan terhadap
konstitusi, rakyat harus dilibatkan.
Perubahan tak boleh hanya
berdasarkan pada keinginan elit politik semata. Apalagi hanya diputuskan
melalui voting yang dinilainya hanya sebagai jalan pintas. Akibatnya,
lanjut Presiden, substansi fundamental dari perubahan bisa saja
diabaikan. Padahal, konstitusi adalah mandat dari rakyat.
"Apalagi
kalau voting itu tidak jernih untuk memilih opsi, termasuk disertai
dengan penyakit paling berbahaya dalam demokrasi, yaitu politik uang.
Harus kita jauhkan suasana-suasana seperti itu kalau kita ingin ambil
keputusan dengan metodologi voting. Mari kita kembalikan mana yang
sebaiknya dengan musyawarah dan mana yang bisa diambil dengan voting
kepada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan nilai kebenaran dan logika,"
paparnya.
Presiden menekankan bahwa nilai budaya musyawarah dan
mufakat langsung berasal dari Pancasila sebagai dasar negara.
Pengambilan keputusan dengan konsensus dinilainya sebagai cara yang
lebih tepat karena lebih memungkinkan mencapai win-win solution dalam
berbagai persoalan.
Memang, lanjutnya, bisa jadi waktu yang
ditempuh akan lebih lama. Namun, ruang yang tersedia untuk mendengarkan
pandangan pihak lain akan menjadi proses yang baik untuk menemukan
pilihan terbaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar