selamat datang di website resmi fakultas hukum universitas darussalam ambon kelas c masohi

selamat datang di website resmi fakultas hukum universitas darussalam ambon kampus c masohi

Selasa, 27 Desember 2011

Budaya Musyawarah Mufakat Makin Luntur

 
  Sebanyak 560 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 128 orang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengikuti pengambilan sumpah janji jabatan yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa di Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Kamis (1/10/2009).

 JAKARTA, KOMPAS.com - Saat memperingati Hari Konstitusi hari ini, Kamis (18/8/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan pentingnya kembali mengembangkan budaya musyarawah untuk mufakat yang dinilai makin meluntur belakangan ini. Padahal, pola ini yang dikembangkan oleh para pendiri dan pendahulu ketika merintis Republik Indonesia.
Presiden mengungkapkan bahwa nilai budaya musyawarah dan mufakat langsung berasal dari Pancasila sebagai dasar negara. Pengambilan keputusan dengan konsensus dinilainya sebagai cara yang lebih tepat karena lebih memungkinkan mencapai win-win solution dalam berbagai persoalan.
Memang, lanjutnya, bisa jadi waktu yang ditempuh akan lebih lama. Namun, ruang yang tersedia untuk mendengarkan pandangan pihak lain akan menjadi proses yang baik untuk menemukan pilihan terbaik.
Presiden juga berharap agar seluruh proses pengambilan keputusan tidak biasa menggunakan metode pemungutan suara atau voting.

"Voting atau pemungutan suara memang tidak ditabukan dalam kehidupan demokrasi. Ada kalanya ada masalah-masalah yang bisa dilakukan dengab pemungutan suara. Tapi ingat, saya punya pendapat yang sama dengan yang mengingatkan janganlah setiap isu harus diputuskan dengan cara voting," katanya ketika memberikan pidato sambutan dalam peringatan Hari Konstitusi bersama MPR, DPR dan DPD RI di Gedung Nusantara IV kompleks parlemen.
Presiden mengatakan bahwa tidak semua isu atau pilihan dapat tepat diambil melalui pemungutan suara, apalagi jika menyangkut kebenaran dan logika. Presiden mencontohkan dalam perumusan kandungan konstitusi UUD yang menjadi sumber hukum yang penting dalam kehidupan bernegara. Menurut Presiden, manakala diperlukan perubahan terhadap konstitusi, rakyat harus dilibatkan.
Perubahan tak boleh hanya berdasarkan pada keinginan elit politik semata. Apalagi hanya diputuskan melalui voting yang dinilainya hanya sebagai jalan pintas. Akibatnya, lanjut Presiden, substansi fundamental dari perubahan bisa saja diabaikan. Padahal, konstitusi adalah mandat dari rakyat.
"Apalagi kalau voting itu tidak jernih untuk memilih opsi, termasuk disertai dengan penyakit paling berbahaya dalam demokrasi, yaitu politik uang. Harus kita jauhkan suasana-suasana seperti itu kalau kita ingin ambil keputusan dengan metodologi voting. Mari kita kembalikan mana yang sebaiknya dengan musyawarah dan mana yang bisa diambil dengan voting kepada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan nilai kebenaran dan logika," paparnya.
Presiden menekankan bahwa nilai budaya musyawarah dan mufakat langsung berasal dari Pancasila sebagai dasar negara. Pengambilan keputusan dengan konsensus dinilainya sebagai cara yang lebih tepat karena lebih memungkinkan mencapai win-win solution dalam berbagai persoalan.
Memang, lanjutnya, bisa jadi waktu yang ditempuh akan lebih lama. Namun, ruang yang tersedia untuk mendengarkan pandangan pihak lain akan menjadi proses yang baik untuk menemukan pilihan terbaik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar