Dari kepolisian kita akan mendengar banyaknya
kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap seorang tersangka yang dilakukan
oknum polisi pada saat proses penyidikan. Terakhir perihal kriminalisasi
terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi kejaksaan juga tidak
luput dari cercaaan, dengan tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang
terdakwa di pengadilan, bahkan terakhir muncul satu kasus dimana jaksa gagal
melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya
dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima
oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya
dengan dengan tidak profesioanl dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak
diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar
tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu.
Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk diputus apakah
terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung
tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan
masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah
menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum.
Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya
isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman
tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama
pimppinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan. Meskipun
kebenarannya sampai saat ini belum terbukti, namun kasus ini menunjukkan bahwa
pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Jika kita
sudah tidak percaya lagi pada pengadilan, pada institusi mana lagi kita akan
meminta keadilan di negri ini?
Mafia peradilan ternyata tidak hanya menyeret
nama hakim semata, tetapi justru sudah merebak sampai pegawai-pegawainya.
Panitera pengadilan yang tugasnya tidak memutus perkara ternyata juga tidak
luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini telah menyeret beberapa nama
sampai ke pengadilan. Ironisnya mafia ini juga sampai ke tangan para wakil
rakyat yang ada di kursi pemerintahan. Sungguh ironis sekali kenyataan yang
kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat bopeng wajah hukum Indonesia.
Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya
hukum di Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga
pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya. Tetapi lembaga ini
sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna. Lembaga yang seharusnya
berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi dua
kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk.
Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru
setelah berkenalan dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep
pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan
fakta yang ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan”
sendiri dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima.
Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat
reformasi hukum yang masih berjalan lambat dan belum memberikan rasa keadilan
bagi masyarakat. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada dasarnya apa
yang terjadi akhir-akhir ini merupakan ketiadaan keadilan yang dipersepsi
masyarakat (the absence of justice). Ketiadaan keadilan ini merupakan
akibat dari pengabaian hukum (diregardling the law), ketidakhormatan
pada hukum (disrespecting the law), ketidakpercayaan pada hukum (distrusting
the law) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law).
Sejumlah masalah yang layak dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara lain:
- Sistem peradilan yang dipandang kurang independen dan imparsial
- Belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan keadilan social
- Inkonsistensi dalam penegakan hukum
- Masih adanya intervensi terhadap hukum
- Lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat
- Rendahnya kontrol secara komprehensif terhadap penegakan hukum
- Belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegak hukum
- Proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power game yang mengacu pada kepentingan the powerfull daripada the needy.
Selain lembaga-lembaga yang telahh disebut di
atas masih ada lembaga lain yang terkait dengan penegakan hokum di Indonesia
yaitu Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga Negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Keberadaan MK yang didasarkan
pada UU 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu control
atas peran DPR yag berperan sebagai lembaga legislative. Mekanisme control ini
diwujudkan dengan kewenangannya untuk melakukan uji materil atas Undang-Undang
yang dibuat oleh DPR. Seperti telah disebut di atas bahwa ada kalanya pembuatan
Undang-Undang yang ada di Indonesia tidak dilakukan dalam rangka mewujudkan
keadilan, sehingga perlu adanya suatu kontrol untuk menilai apakah
Undang-Undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Sampai hari ini kiranya MK
telah menjalankan tugasnya dengan baik sebagai garda penjaga konstitusi.
Sebagai penafsir konstitusi yang tertinggi, apapun yang diputuskan oleh MK
memang harus diikuti, terlepas dari perdebatan yang ada di MK dalam menilai
suatu perkara. Dalam tugas lain juga saya menilai MK dapat berperan dengan
baik, ini karena tugas MK yang senantiasa terkait dengan penafsiran terhadap
UUD 1945 dan selama ini senantiasa berpegang teguh pada pendiriannya tanpa
terpengaruh oleh pihak lain. Hal yang perlu diperbaiki dalam kaitannya dengan
MK adalah terkait dengan hukum acara MK. Yang belum jelas. Artinya perlu
diabuatkan suatu UU yang mengatur tata cara berperkara di MK, mengingat selama
ini pengaturannya masih menggunakan pedoman dari MK.
Konsep Reformasi Hukum
Setelah melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut
maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum yang telah
digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka
mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu
diwujudkan antara lain:
- Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
- Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan tidak memihak.
- Aparatur penegak hukum yang professional
- Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
- Pemajuan dan perlindungan HAM
- Partisipasi public
- Mekanisme control yang efektif.
Pada dasarnya reformasi hukum harus menyentuh
tiga komponen hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1. Struktur
Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum merupakan pranata hukum yang
menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum,
lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi
Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu sendiri, artinya isi hukum tersebut
harus merupakan sesuatu yang bertujuan untukmenciptakan keadilan dan dapat
diterapkan dalam masyarakat.
3. Budaya
Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum itu
sendiri.
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum
tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
1. Penataan
kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya
manusianya yang berkualitas;
2. Perumusan
kembali hukum yang berkeadilan;
3. Peningkatan
penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum;
4. Pengikutsertaan
rakyat dalam penegakkan hukum;
5. Pendidikan
publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum; dan
6. Penerapan
konsep Good Governance.
Selain pencegahan, pengejaran dan pengusutan
kasus-kasus korupsi, pemerintah harus terus berusaha mengejar aset dan
memulihkan kerugian negara. Disamping itu, pemerintah juga harus tetap
melanjutkan upaya serupa untuk mengatasi aksi terorisme dan bahaya lainnya yang
dapat memecahbelah keutuhan NKRI serta mencegah berkembangnya radikalisme dan
juga meningkatkan pemberantasan segala kegiatan ilegal, mulai dari penebangan
liar (illegal Logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing) hingga
penambangan liar (illegal mining), baik yang lokal maupun yang transnasional.
Dari semua itu kiranya korupsi yang akan menjadi sebuah bahaya laten harus
menjadi prioritas utama untuk diberantas. Melihat kenyataan, bahwa penegakan
hukum di Indonesia tidak akan mengalami kemajuan yang begitu pesat, tetapi
kemajuan itu akan tetap ada. Hal ini terlihat dari komitmen pemerintah untuk
mewujudkan penegakkan hukum dengan didukung oleh aparat penegak hukum lainnya.
Kasus mafia peradilan yang akhir-akhir ini banyak disorot masyarakat akan
menjadikan penegak hukum lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya.
Meskipun saat ini kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih
sangat rendah. Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik
cerah bagi penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati
hukum akan menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena
lemahnya penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati
hukum. Akankah tahun-tahun kedepan penegakkan hukum menjadi lebih baik ?.
Semoga itu bisa !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar