Sejak tanggal
12 Mei 2010 lalu genap sudah 12 tahun peringatan tragedi trisakti,
yaitu peristiwa penembakan mahasiswa saat melakukan demonstrasi menuntut
lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden yang sudah
diembannya selama 32 tahun. Pada peristiwa yang telah menewaskan 4 orang
mahasiswa Universitas Trisakti yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri
Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie, yang kemudian dikenal
sebagai ”Pahlawan reformasi”, merupakan babak baru sejarah perjalanan
kehidupan negara Indonesia yang dikenal dengan Era Reformasi. Era yang
diharapkan dapat memberikan harapan baru, semangat baru, era yang
diharapkan akan terjadinya pemerintahan yang bersih, yang bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, era yang diharapkan dapat memberikan
kedamaian, memberikan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh
anak negeri. Saat ini, era Reformasi sudah berlangsung lebih dari satu dasawarsa, selama kurun waktu tersebut perjalanan menuju kearah sebagaimana yang menjadi tujuan awal reformasi seakan-alan kehilangan arah, kedamaian semakin menjauh, hal ini dapat terlihat dengan kerap terjadinya berbagai bentuk benturan baik fisik maupun non fisik di Indonesia yang katanya dikenal dengan penduduknya yang sopan dan ramah. Perang antar suku, perang antar desa, bahkan pertikaian antar daerahpun masih sering terjadi diberbagai daerah di Indonesia yang tidak jarang berakhir dengan kerusuhan berdarah. Degradasi moral yang ditandai dengan semakin mewabahnya penyakit KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda hampir disetiap lembaga khususnya lembaga pemerintah seperti kasus Bank Century, kasus makelar pajak yang telah menyeret banyak pejabat diberbagai institusi termasuk di Direktorat jenderal pajak, kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain menjadi bukti nyata yang dapat dilihat dengan mata telanjang betapa bobroknya pengelolaan negeri ini. |
selamat datang di website resmi fakultas hukum universitas darussalam ambon kelas c masohi
Senin, 21 November 2011
MAHASISWA, PERGURUAN TINGGI DAN REFORMASI
Kamis, 17 November 2011
Pengantar Hukum Pidana Internasional
ASPEK
HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Pembahasan
mengenai aspek hukum dan hukum internasional di dalam kerangka pemikiran
tentang hukum pidana internasional sengaja ditempatkan tersendiri didalam karya
tulisnya. Hal ini di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
(1) Hukum pidana internasional sebagai sub-disiplin miliki dua sumber
hukum yaitu hokum yang berasal dari hukum pidana nasional dan hukum
internasional.
(2) Kedua
sumber tersebut telah membentuk kepribadian ganda ini tidak harus
dipertantangkan, tetapi justru harus harus saling mengisi dan melengkapi
didalam menghadapi masalah kejahatan internasional.
(3) Salah
satu perwujudan nyata dari suatu interaksi antara hukum nasional dan hukum
internasional terdapat pada lingkup pembahasan hokum pidana internasional
dengan objek studi tindak pidana yang bersifat transional internasional.
(4) Pembahasan
aspek hukum pidana nasional dan hukum internasional dalam lingkup hukum pidana
internasional akan memberikan landasan berpijak bagi analisis kritis di dalam
membahas konsepsi dan karaktereristik dari suatu tidak pidana internasional.
Lahirnya
bebrapa Konvensi internasional yang menetapkan tindak pidana tertentu sebagai
tindak pidana internasional mengandung makna dimulainya perjuangan untuk
menegakkan hak dan kewajiban negara peserta konvensi atas isi ketentuan yang
dituangkan didalam konvensi internasional tersebut. Salah satu kewajiban Negara
peserta (sekalipun masih diperkenankan adanya reservation) khususnya bagi
Indonesia ialah memasukannya hasil konvensi dimaksud kedalam lingkungan
nasional dalam arti antara lain melaksanakan ritifikasi terlabih dahulu atas
hasil konvensi, sebelum di tuangkan dalam bentuk suatu undang-undang ksususnya
mengenai objek yang menjadi pembahasan di dalam konvensi tersebut.
Yurisprudensi Hukum Pidana
HUKUM PIDANA DALAM YURISPRUDENSI
BAB I
YURISPRUDENSI, ARTI DAN PERANANNYA BAGI HUKUM PIDANA
Tidak dapat disangkal bahwa tugas darpada
seorang hakim adalah berbeda, berlainan dari pada tugas dan kewenangan
dari pembentuk undang-undang. Dapat dikatakan bahwa baik hakim maupun
pembentuk undang-undang menentukan atau menetapkan hokum yang dapat
diartikan dalam arti yang berbeda pula. Pembentuk undang-undang
membentuk hokum secara in abstracto yaitu merumuskan peraturan hukum
secara umu yang berlaku bagi semua orang yang tunduk pada ketentuan
undang-undang. Lain halnya kedudukan hakim, ia sebaliknya yaitu
menetapkan hukum secara in concreto dimana hakim menerapkan peraturan
hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili
dan diputus.
Terkait hal ini, dalam pasal 14 ayat (1)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman telah menggariskan tentang tugas hakim sebagai
berikut :
Pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih,
bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan
mengadilinya.
WAJAH HUKUM INDONESIA
Langganan:
Postingan (Atom)